SLB SEKAR HANDAYANI GIRISEKAR

26 Mei 2016 13:24:22 WIB

GIRISEKAR, Menjadi warga yang berada di daerah terpencil memang tidak semudah menjadi warga di daerah perkotaan. Keterbatasan informasi, letak geografis serta jauh dari keramaian, mengharuskan mereka tidak berfikir untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya, memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi bagian utama dalam kesehariannya. Demikian adalah potret warga Panggang, Wonosari, Gunung Kidul. Sistem jemput bola menjadi salah satu solusi untuk memberikan pendidikan dan keterampilan pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Diperlukan perjuangan untuk memberikan pemahaman akan pentingnya pendidikan.  Tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab kondisi ekonomi masyarakat yang masih tertinggal dan tergolong miskin. Jangankan untuk menyekolahkan anaknya, untuk makan saja susah. Ditambah jarak sekolah yang terlalu jauh, sering kali membuat orang tua mengurungkan niatnya menyekolahkan anak-anaknya. Tentu ini bukan alasan yang bisa dibenarkan, namun juga tidak bisa dipersalahkan begitu saja.

Sugiman, salah seorang yang prihatin melihat kondisi warganya, berkeinginan mendirikan SLB di wilayahnya. Dia menuturkan keprihatianannya. Sebagian besar warga di wilayah Panggang adalah warga miskin. Kondisi geografis sangat berpengaruh pada ekonomi warganya. Daerah yang tandus, kering tidak mendukung perekonomian warga. Demikian pula sekolah-sekolah masih sedikit dan letaknya jauh dari tempat tinggal warga. Dengan demikian warga enggan untuk mengantarkan putra-putrinya untuk pergi ke sekolah. Lebih-lebih bagi mereka yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Kepedulian orang tua terhadap anaknya yang difabel masih jauh dari harapan. Bagi mereka difabel tidak perlu disekolahkan, karena tidak ada gunanya. Mereka juga malu apabila banyak orang yang tahu keadaan anaknya yang difabel. Melihat kondisi demikian Sugiman  bertekad mendirikan SLB bagi warga sekitarnya.

Digagaslah pertemuan dengan warga dan pemerintah desa untuk menyampaikan harapannya. Mendirikan SLB Gratis di sana di wilayah Panggang, Gunung Kidul, agar dapat memberikan pendidikan dan keterampilan bagi ABK. Bak gayung bersambut, gagasan itu mendapat dukungan warga sekitar dan perangkat desa, bahkan pemerintah desa menghibahkan tanahnya seluas 2500 m2 guna berdirinya SLB tersebut. Bambang Sumanto, S,Pd., salah seorang tokoh masyarakat yang mendukung gagasan Sugiman, dan sekarang menjadi konsultan bagi SLB tersebut, sangat mendukung gagasan reknnya. Pada 18 Desember 2011, SLB Sekar Handayani resmi dibuka bagi siapa saja ABK yang hendak bersekolah di sana. Kurang lebih tujuh belas bulan SLB ini berjalan di atas tanah kas desa dengan fasilitas seadanya, namun memiliki semangat dan harapan besar untuk memberikan pendidikan dan keterampilan bagi ABK.

Meski belum genap dua tahun sekolah ini berdiri, namun sudah memiliki anak didik yang berpotensi. Rahmat Amrozi, seorang low vision yang memiliki kemampuan dalam murotal (membaca Al-qur’an).  Berikutnya Puji Lestari yang memiliki keterampilan dlam bidang melukis. Dia juara 1 tingkat kabupaten Gunung Kidul pada lomba melukis PK – LK, dan menjadi juara III tingkat provinsi DIY. Namun demikian, sekolah ini masih jauh dari standar sebuah sekolah. Perlu revitalisasi sarana dan prasarana pendidikan, tenaga pendidikan dan memantapkan program untuk mengembangkan pendidikan bagi ABK. Untuk itu SLB Sekar Handayani membutuhkan uluran tangan dan bantuan dana dari berbagai pihak yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap ABK demi menunjang terwujudnya sebuah SLB yang layak dengan segenap sarana pendukung lainnya.

Seluruh siswa diperoleh melalui sistem jemput bola. Ketua Yayasan, Kepala Sekolah, guru, dan karyawan mendatangi rumah-rumah keluarga yang memiliki ABK, meminta agar anaknya bersedia disekolahkan untuk dididik dan diberikan keterampilan di sana. Seluruh ABK sekolah tanpa dipungut biaya, seluruh  keperluan ditanggung oleh kas desa dan beberapa donatur, baik seragam, sepatu, biaya sekolah, makan, maupun alat tulis. Hal ini ditempuh agar semua warganya khususnya ABK dapat menikmati pendidikan dan memperoleh keterampilan untuk bekal hidup mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarganya.

SLB  ini memiliki 46 siswa dari tingkat TK sampai dengan SMA, dengan berbagai macam keterbatasan. Akan tetapi hanya 21 siswa yang aktif, sedangkan 25 siswa lainnya tidak aktif dikarenakan rumah mereka yang berada jauh di pelosok dan tidak adanya transportasi, serta faktor ekonomi yang tidak memungkinkan. Pembelajaran diklasifikasikan menjadi dua kelompok kelas, yaitu kelas Akademis dan kelas Karya. Kelas akademis, diperuntukkan bagi siswa-siwa yang mampu mengikuti pelajaran sedangkan Kelas Karya, diperuntukkan bagi siswa yang mengalami keterlambatan berfikir, sehingga lebih dititik beratkan pada pendidikan keterampilan sebagai bekal hidup mandiri.

Sedangkan bagi 25 siswa yang tidak aktif, Kepala Sekolah, Wisnu Riyadi, S.Pd., seminggu sekali bersama guru-gurunya melakukan kunjungan pembelajaran dari rumah ke rumah.  Perjuangan yang harus ditempuh untuk mengentaskan warga Panggang dari keterbelakangan pendidikan, layak diapresiasi.

SLB Sekar Handayani juga memiliki panti (asrama), akan tetapi masih sangat terbatas dan kecil. Asrama itu baru mampu menampung 4 siswa yang rumahnya jauh dari sekolah. Anisa Siswa Utami, salah seorang guru di SLB ini berharap, SLB ini akan memiliki asrama yang mencukupi dan mampu menampung semua siswa yang ingin sekolah di sana, sehingga semua siswa yang rumahnya jauh bisa tinggal di asrama. Keberadaan asrama akan memudahkan bagi semua untuk melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, imbuhnya.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

Terjemah